Senin, 10 September 2012

Hakikat Kekuasaan


Konsep mengenai kekuasaan merupakan hal yang penting dalam bahasan ini, sebab bahasan ini pada dasarnya berbicara mengenai lembaga-lembaga yang menjalankan kekuasaan berdasarkan suatu pola tertentu dan legitimasi dari warganya untuk menyelenggarakan negara. Berbagai persoalan yang muncul selanjutnya akan berkisar pada konsep kekusaan yang sangat mendasar dalam ilmu sosial pada umumnya dan dalam ilmu politik khususnya, bahkan dalam suatu ketika politik dianggap tidak lain dari masalah kekuasaan. Tanpa adanya konsep yang jelas mengenai kekuasaan, akan timbul kerancuan sehingga dapat timbul pengertian yang rancu pula mengenai bagaimana kekuasaan itu diselenggarakan.
Telah muncul begitu banyak definisi lain tentang kekuasaan dari para ahli. Adapun para sarjana yang memberikan pengertian seperti seorang sosiolog Max Weber. Menurut Weber, “Kekuasan adalah kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial, melaksanakan pengertian sendiri, sekalipun melakukan perlawanan, dan apapun dasar kemampuan ini” (Max Weber dalam Miriam Budiardjo, 60: 2010).

Sabtu, 28 Januari 2012

Klasifikasi Konstitusi


KLASIFIKASI  KONSTITUSI
K. C Wheare mengklasifikasikan konstitusi menjadi lima kelompok, yaitu sebagai berikut.
         1)         Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis.
         2)         Konstitusi fleksibel dan konstitusi kaku (rigid)
         3)         Konstitusi derajat tinggi dan bukan konstitusi derajat tinggi.
         4)         Konstitusi kesatuan dan konstitusi serikat.
         5)         Konstitusi sistem pemerintahan Presidensial dan konstitusi sistem pemerintahan Perlementer.
1.      Konstitusi  yang  Tertulis  dan Konstitusi tidak  Tertulis.
Konstitusi tertulis merupakan konstitusi yang dimuat dalam satu atau beberapa dokumen formal. Contoh negara yang memiliki konstitusi tertulis yang termuat dalam satu dokumen formal adalah Indonesia dengan UUD 1945 dan Amerika Serikat dengan The Constitutions of United States of America. Contoh negara yang memiliki konstitusi tertulis yang termuat dalam beberapa dokumen formal adalah Denmark ( termuat dalam 2 dokumen formal) dan Swedia (termuat dalam 4 dokumen formal).

Jumat, 27 Januari 2012

Tujuan Pendidikan


Herarkis Tujuan

Dilihat dari herarkinya tujuan pendidikan terdiri dari tujuan yang sangat umum sampai tujuab yang khusus yang sifatnya spesifik dan dapat dapat diukur. Tujuan pendidikan dari yang bersifat umum sampai kepada tujuan khusus itu dapat diklasifikasikan menjadi empat yaitu:
·         Tujuan Pendidikan Nasional (TPN)
·         Tujuan Institusional (TI)
·         Tujuan Kurikuler (TK)
·         Tujuan Instruksional atau Tujuan Pembelajaran (TP)
 


a.      Tujuan Pendidikan Nasional (TPN)
            TPN  adalah  tujuan  umum  yang  sarat  dengan  muatan  filisofis.  Suatu  bangsa.  TPN  merupakan  sasaran  akhir  yang  harus  dijadikan  pedoman  oleh  setiap  usaha  pendidikan,  artinya  setiap  lembaga  dan  penyelenggara  pendidikan  harus  dapat  membentuk  manusia  yang  sesuai  dengan  rumusan  itu,  baik  pendidikan  yang  diselenggarakan  oleh  lembaga  pendidikan  formal,  imformal  maupun  nonformal.  Tujuan  pendidikan  umum  biasanya  dirumuskan  dalam  bentuk  prilaku  yang  ideal  sesuai  dengan  pandangan  hidup  dan  filsafat  suatu  bangsa  yang  dirumuskan  oleh  pemerintah  dalam  bentuk  undang-undang.  TPN  merupakan  sumber  dan  pedoman  dalam  usaha  penyelenggaraan  pendidikan.

Selasa, 24 Januari 2012

Kekuasaan dalam Negara Hukum


Diantara konsep politik yang banyak dibahas adalah kekuasaan. Hal ini tidak mengherankan sebab konsep ini sangat krusial dalam ilmu sosial pada umumnya, dan dalam lmu politik khususnya. Telah muncul begitu banyak definisi lain tentang kekuasaan dari para ahli. Adapun para sarjana yang memberikan pengertian seperti seorang sosiolog Max Weber dalam bukunya Wirtshaft und Gessllshapt. Kekuasan adalah kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial, melaksanakan pengertian sendiri, sekalipun melakukan perlawanan, dan apapun dasar kemampuan ini. ( Miriam Budiardjo, 60: 2008)
Sarjana yang kira-kira sama dengan pengertian ini adalah  Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan yang definisinya sudah menjadi rumusan klasik. Menurut Laswell, kekuasaan adalah suatu hubungan dimana seorang atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain kearah tujuan dari pihak pertama. ( Miriam Budiardjo, 60: 2008)

Lembaga Eksekutif di Idonesia


Lembaga Eksekutif
Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh badan eksekutif. Di negara negara demokratis badan eksekutif biasnya terdiri atas kepala negara seperti raja atau presiden, beserta menteri-menterinya. Badan eksekutif dalam arti yang luas juga mencakup para pegawai negeri sipil dan militer. Dalam naskah ini istilah badan eksekutif dipakai dalam arti sempitnya.
            Tugas badan eksekutif menurut tafsiran tradisional trias politika, hanya melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah dietapkan oleh badan legislatif serta menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif.
Fungsi Badan Eksekutif
Kekuasaan badan eksekutif mencakup beberapa bidang:
1)       Administratif, yakni kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang dan peraturan perundangan lainnya  dan meyelenggarakan administrasi negara;

Lembaga Legislatif di Indonesia


1)      Lembaga Legislatif
Cabang kekuasaan legislatif adalah cabang kekuasaan yang pertama-tama mencerminkan kedaulatan rakyat. Kegiatan bernegara, petama-tama adalah untuk mengatur kehidupan bersama. Oleh sebab itu kewenangan untuk menetapkan peraturan-peraturan itu pertama-tama harus diberikan kepada lembaga  perwakilan rakyat atau parlemen atau lembaga legislatif. Ada tiga hal penting yang harus diatur oleh para wakil rakyat melalui parlemen yaitu,:
a.       Pengaturan yang dapat mengurangi hak dan kebebasan warga negara.
b.      Pengaturan yang dapat membebani harta kekayaan warga negara.
c.       Pengaturan mengenai pengeluaran-pengeluaran oleh penyelenggara negara. (Jimly Asshiddiqie,32:2006)
Pengaturan mengenai ketiga hal tersebut hanya dilakukan atas persetujuan dari warga negara itu sendiri, yaitu melalui perantaraan wakil-wakil mereka diparlemen  sebagai lembaga perwakilan rakyat.
Badan legislatif  sendiri mencerminkan salah satu fungsi badan itu, yaitu legislate, atau membuat undang-undang. Nama lain yang sering dipakai ialah “Assembly yang  mengutamakan unsur  berkumpul (untuk membicarakan masalah-masalah public). Nama lain lagi adalah Parliament, suatu istilah yang menekankan unsur bicara (parler) dan merundingkan (Miriam Budiardjo,315:2008).

Jumat, 13 Januari 2012

Peranan Partai Politik dalam Konsolidasi Demokrasi Pasca Reformasi



1.                  Judul Penelitian
PERANAN PARTAI POLITIK DALAM KONSOLIDASI DEMOKRASI PASCA REFORMASI
2.                  Latar Belakang Masalah
Secara umum proses transisi politik dari otoritarian menuju demokratisasi yang salah satunya dicerminkan dalam pelaksanaan pemilihan presiden secara langsung, telah terperangkap menjadi sistem yang oligarkis baik di lingkungan partai politik maupun di lembaga-lembaga politik. Politik oligarkis ini telah menghasilkan aturan UU Bidang Politik, didasarkan atas kompromi-kompromi politik yang sangat oportunistik.
Dalam pembentukan koalisi yang tidak semata-mata didasari eksklusivitas ideologi dalam proses pemilihan presiden, disatu sisi merupakan kabar yang menggembirakan bagi proses demokratisasi. Namun di sisi lain, cairnya koalisi politik ini bisa mengkhawatirkan, sebab, orientasi kekuasaan dan pembagian “harta negara” oleh partai politik, menjadi terbuka sedemikian lebar. Karena pertimbangan pragmatisme politik ini pula, maka intensitas koalisi akan berjalan serba instan dan cepat, tanpa memperhatikan aspirasi dan suara rakyat.
Kinerja partai politik, alih-alih memperjuangkan kepentingan rakyat, partai-partai politik, ternyata asyik dengan kepentingannya sendiri. Harapan dan aspirasi rakyat dibiarkan  begitu saja: kemiskinan, ketidakadilan, kenaikan harga, konflik vertikal maupun horizontal, ketidakamanan dan rasa takut ancaman kejahatan, dan lain-lian. Semuanya itu tampak tidak dihiraukan oleh partai-partai politik. Padahal ketika mereka berkampanye selalu berjanji akan memperjuangkan kepentingan rakyat. Akan tetapi hal itu hanya tinggal janji saja tanpa bukti nyata. Maka tidak heran apabila rakyat kemudian pesimis dan kecewa terhadap partai-partai politik. Saat ini ada kesadaran di kalangan rakyat bahwa mereka hanya selalu dijadikan “obyek” pengatasnamaan rakyat. Padahal semuanya “pepesan kosong”, yang ada adalah kepentingan golongan atau partai, dari kekuasaan, jabatan sampai pada uang.

Proposal Pembudayaan Empat Pilat Bangsa

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang Masalah
Terdapat tiga fungsi kekuasaan yang dikenal secara klasik dalam teori hukum maupun politik, yaitu fungsi legislatif, eksekutif dan yudikatif. Baron De Montesquieu (1689-1785) mengidealkan ketiga fungsi kekuasaaan Negara itu dilembagakan masing-masing dalam tiga organ Negara. Satu organ hanya boleh menjalankan satu fungsi (functie), dan tidak boleh saling mencampuri urusan masing-masing dalam arti yang mutlak. Jika tidak demikian maka kebebasan akan terancam.
Pada umumnya, pengertian pemisahan kekuasaan seperti yang dibayangkan oleh Montesquieu itu, dianggap oleh para ahli sebagai pandangan yang tidak realistis dan jauh dari kenyataan. Pandangannya itu dianggap oleh para ahli sebagai kekeliruan Montesquieu dalam memahami system ketatanegaraan Inggris yang dijadikannya objek telaah untuk mencapai kesimpulan mengenai trias politikanya itu dalam bukunya” L’Esprit des Lois (1748)”. Tidak ada suatu Negara pun di dunia yang sungguh-sungguh mencerminkan gambaran Montesquieu tentang pemisahan kekuasaan (Separation of power) demikian itu. Bahkan, struktur dan system ketatanegaraan Inggris yang ia jadikan objek penelitian dalam menyelesaikan bukunya itu juga tidak menganut system pemisahan kekuasaan seperti yang ia bayangkan.
Konsepsi yang kemudian disebut dengan “trias politika” tersebut tidak relevan lagi dewasa ini, mengingat tidak mungkin lagi mempertahankan bahwa ketiga organisasi tersebut hanya berurusan secara eksklusif dengan salah satu dari ketiga fungsi kekuasaan tersebut. Kenyataan dewasa menunjukkan bahwa hubungan antar cabang kekuasaan itu tak mungkin tidak saling bersentuhan, dan bahkan ketiganya bersifat sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain sesuai dengan fungsi check and balances.