KLASIFIKASI
KONSTITUSI
K. C Wheare mengklasifikasikan konstitusi menjadi
lima kelompok, yaitu sebagai berikut.
1)
Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak
tertulis.
2)
Konstitusi fleksibel dan konstitusi kaku
(rigid)
3)
Konstitusi derajat tinggi dan bukan
konstitusi derajat tinggi.
4)
Konstitusi kesatuan dan konstitusi
serikat.
5)
Konstitusi sistem pemerintahan
Presidensial dan konstitusi sistem pemerintahan Perlementer.
1. Konstitusi yang
Tertulis dan Konstitusi
tidak Tertulis.
Konstitusi tertulis merupakan konstitusi yang dimuat
dalam satu atau beberapa dokumen formal. Contoh negara yang memiliki konstitusi
tertulis yang termuat dalam satu dokumen formal adalah Indonesia dengan UUD
1945 dan Amerika Serikat dengan The
Constitutions of United States of America. Contoh negara yang memiliki
konstitusi tertulis yang termuat dalam beberapa dokumen formal adalah Denmark (
termuat dalam 2 dokumen formal) dan Swedia (termuat dalam 4 dokumen formal).
Sedangkan, konstitusi yang tidak tertulis adalah
konstitusi yang tidak dituangkan dalam suatu dokumen formal. Contoh negara yang
memiliki konstitusi yang tidak tertulis adalah Inggris dan Selandia Baru.
Menurut Pendapat C.F. Strong perbedaan konstitusi
tertulis dan tidak tertulis adalah perbedaan yang salah karena tidak ada
konstitusi yang seluruhnya tertulis dan tidak ada konstitusi yang seluruhnya
tidak tertulis seperti yang terdapat di Inggris. Di Inggris terdapat beberapa
bagian konstitusi yang tertulis yaitu dalam undang-undang. Misalnya, Magna Charta, Parliament Act, dll.
Lalu bagaimanakah dengan UUD 1945?
UUD
1945 Merupakan Konstitusi Tertulis
Mengacu
dari beberapa pendapat
para ahli di
atas dapat dinyatakan
bahwa konstitusi Indonesia
adalah sebuah konstitusi
yang tertulis. Hal ini bisa
dilihat dalam pembukaan UUD 1945 alenia yang berbunyi:
…, maka disusunlah Kemerdekaan
Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik
Indonesia…
Naskah Undang-Undang
Dasar 1945 yang
berbentuk tertulis itu cukup
lengkap . Hal yang
diatur secara tertulis
merupakan sesuatu yang
fundamental. Apabila kita
membaca pasal demi
pasal dalam Undang-Undang
Dasar 1945 maka
kita dapat mengetahui
beberapa hal yang
menjadi isi daripada
konstitusi Republik Indonesia.
Hal-hal yang diatur
dalam Undang-Undang Dasar
1945 antara lain:
a) Hal-hal yang
sifatnya umum, misalnya
tentang kekuasaan dalam
negara dan identitas-identitas negara;
b) Hal yang
menyangkut lembaga-lembaga negara,
hubungan natara lembaga
negara, fungsi, tugas,
hak, dan kewenangannya;
c) Hal yang menyangkut hubungan
antara negara dengan
warga negara, yaitu
hak dan kewajiban
negara terhadap warga
negara ataupun hak
dan kewajiban warga
negara terhadap negara,
termasuk juga hak
asasi manusia;
d) Konsepsi atau
cita negara berbagai
bidang, misalnya bidang
pendidikan, kesejahteraan, ekonomi,
social, dan pertahanan;
e) Hal mengenai
perubahan undang-undang dasar;
f) Ketentuan-ketentuan peralihan
atau ketentuan tambahan
Undang-Undang
Dasar merupakan hukum
dasar yang tertulis
. Makna yang
terkandung sebagai hukum
dasar yang tertulis
ialah bahwa Undang-Undang
Dasar mengikat pemerintah,
lembaga negara, dan
lembaga masyarakat serta
setiap warga negara
Indonesia dimanapun ia
berada, bahkan setiap
penduduk yang berada
di wilayah Republik
Indonesia.
2. Konstitusi Fleksibel dan Konstitusi
Kaku (rigid)
Yang dimaksud dengan konstitusi fleksibel adalah
konstitusi yang mengandung ciri-ciri pokok sebagai berikut:
a) elastis,
karena dapat menyesuaikan dirinya dengan mudah;
b) diumumkan
dan diubah dengan cara yang sama seperti undang-undang.
Hal ini berbeda dengan konstitusi kaku (rigid), yang
mempunyai ciri-ciri pokok sebagai berikut;
a) mempunyai
kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dari peraturan perundang-undangan yang
lain;
b) hanya
dapat diubah dengan cara yang khusus dan istimewa.
Termasuk klasifikasi yang manakah UUD 1945?
UUD
1945 Tergolong dalam Konstitusi yang Bersfat Kaku (rigid)
Sebelum UUD 1945 di amandemen sebanyak empat kali,
persyaratan yang ditetapkan untuk mengubah UUD 1945 adalah “cukup berat”. Hal
ini bisa dilihat dari bunyi pasal 37. Ada dua syarat yang ditentukan dalam
pasal yaitu:
1)
syarat kehadiran atau kuorum:
sekurang-kurangnya 2/3 dari seluruh jumlah anggota MPR harus hadir;
2)
syarat sahnya keputusan:
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah yang hadir harus menyetujui.
Setelah melalui proses amandemen, Undang-Undang Dasar
1945 tergolong konstitusi
yang semakain rijid, karena selain
tata cara perubahannya
yang tergolong sulit,
juga dibutuhkan suatu
prosedur khusus .
Melihat realitas dan
kondisi Undang-Undang Dasar
1945, sekalipun termasuk
katagori konstitusi yang
sulit dilakukan perubahan
tetapi apabila dicermati,
terdapat peluang untuk
melakukan suatu perubahan
terhadap Undang-Undang Dasar
meskipun harus menempuh
jalan yang berat.
Berikut ini merupakan
prosedur dan proses
dalam melakukan perubahan
terhadap Undang-Undang Dasar
1945 yang terdapa
dalam Pasal 37
yang menyebutkan:
1.
Usul
perubahan pasal-pasal Undang-Undang
Dasar dapat diagendakan
dalam siding Majelis
Permusyawaratan Rakyat apabila
diajukan sekurang-kurangnya 1/3
dari jumlah anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
2. Setiap usul
perubahan pasal-pasal Undang-Undang
Dasar diajukan secara
tertulis dan ditunjukan
dengan jelas bagian
yang diusulkan untuk
diubah beserta alasannya.
3. Untuk mengubah
pasal-pasal Undang-Undang Dasar,
siding Majelis Permusyawaratan Rakyat
dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3
dari jumlah anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat,
4. Putusan untuk
mengubah pasal-pasal Undang-Undang
Dasar dilakukan dengan
persetujuan
sekurang-kurangnya lima puluh
persen ditambah satu
anggoota dari seluruh
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
5.
Khusus
mengenai bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia
tidak dapat dilakukan
perubahan.
Pasal 37 Undang-Undang
Dasar tersebut mengandung
4 (Empat) norma
dasar, yaitu;
1.
Bahwa
yang berwenang untuk
melakukan perubahan Undang-Undang
Dasar adalah berada
pada lembaga negara
yang bernama Majellis
Permusyawaratan Rakyat (MPR).
2. Perubahan hanya
dapat dilakukan pada
pasal-pasalnya saja dalam
arti selain pasalnya tidak
dapat dilakukan perubahan
misalnya tentang pembukaaan
dan bentuk negara (Pasal
37 ayat 5)
3. Usul perubahan
dilakukan secara tertulis
oleh sekurang-kurangnya 1/3
jumlah dari anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
4. Untuk mengubah
sekurang-kurangnya dihadiri oleh
2/3 jumlah anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat
dan putusan unntuk
perubahan dilakukan dengan
persetujuan lima puluh
persen ditambah satu
anggota dari seluruh
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3. Konstitusi Derajat Tinggi dan
Konstitusi bukan Derajat Tinggi.
Yang dimaksud konstitusi derajat tinggi adalah
konstitusi yang memilki kedudukan tertinggi dalam negara. Seperti diketahui
dalam setiap negara terdapat selalu terdapat berbagai tingkat
perundang-undangan baik dilihat dari isinya maupun ditinjau dari bentuknya.
Konstitusi termasuk dalam kategori derajat tinggi apabila dilihat dari
bentuknya berada di atas peraturan perundang-undangan lainnya. Juga syarat
untuk mengubah konstitusi tersebut berbeda, dalam arti lebih berat dibandignkan
dengan yang lain.
Konstitusi bukan derajat tinggi adalah suatu
konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan serta derajat seperti konstitusi
derajat tinggi. Persyaratan untuk mengubah konsitusi ini sama dengan persyaratan
yang dipakai untuk mengubah peraturan-peraturan yang lain, umpamnya
undang-undang.
Bagaimanakah dengan UUD 1945?
UUD
1945 tergolong dalam konstitusi derajat tinggi
Dalam
derajat kedudukannya maka
dapat disimpulkan bahwa
Undang-Undang Dasar 1945
merupakan konstitusi yang
memiliki derajat tinggi.
Dalam arti bahwa
Undang-Undang Dasar 1945
merupakan peraturan perundang-undangan tertinggi
yang dijadikan pedoman
dalam membuat peraturan
perundang-undangan yang lebih rendah. Bahwa sesuai
dengan prinsip umum,
sebuah undang-undang memiliki
kedudukan lebih rendah
daripada Undang-Undang Dasar
atau konstitusi. Oleh
karena itu, norma hukum
peraturan perundang-undangan yang
berlawanan dengan norma
hukum Undang-Undang Dasar
atau konstitusi dinyatakan
tidak berlaku .
Jenis
dan hirearki peraturan
perundang-undangan dinyatakan dalam
Undang-Undang No. 10 Tahun
2004 tentang Pembentukan
Peraturan
Perundang-undangan. Jenis dan
hirearki peraturan perundang-undangan Indonesia
menurut Undang-Undang No.
10 Tahun 2004
adalah sebagai berikut:
1.
Undang-Undang Dasar
1945;
2. Undang-Undang (UU)
atau Peraturan Pemerintah
Penganti Undang-Undang (Perpu);
3. Peraturan Pemerintah
(PP);
4. Peraturan Presiden
(Perpres);
5.
Peraturan Daerah
(Perda).
Berikut
ini merupakan salah
satu dari penjelasan
peratuuran
perundang-undangan yang terdapat
dalam Undang-Undang No. 10
Tahun 2004 yaitu
Undang-Undang Dasar Tahun 1945
merupakan hukum dasar
dalam Peraturan Perundang-undangan. Sebagai
hukum dasar Undang-Undang
Dasar merupakan sumber
hukum bagi pembentukan
perundang-undangan dibawahnya.
Dalam
hal dapat dikatakan
bahwa Undang-Undang Dasar
1945 merupakan konstitusi
yang memiliki derajat
tertinggi dalam peraturan
perundang-undangan yang artinya
bahwa yang menjadikan
Undang-Undang Dasar sebagai
pedoman dalam membuat
peraturan perundang-undangan dibawahnya.
Dalam hal ini
merupakan suatu kewajiban
para legislator memperhatikan
dalam membuat peraturan
dibawahnya agar tidak
bertentangan dengan undang-undang
dasar sebagai hukum
tertinggi.
4. Konstitusi Kesatuan dan Konstitusi
Serikat
Klasifikasi konstitusi atas serikat dan kesatuan ini
berhubungan dengan bentuk negara. Seperti kita ketahui dikenal bentuk negara
serikat dan negara keasatuan. Dalam negara serikat terdapat pembagian kekuasaan
antara pemerintah negara serikat dengan pemerintah negara-negara bagian. Pembangian
kekuasaan itu diatur dalam konstitusinya.
Dalam negara yang berbentuk kesatuan, pembagian
kekuasaan itu tidak dijumpai, karena seluruh kekuasaan dalam negara berada di
tangan pemerintah pusat. Walaupun demikian hali itu tidak berarti bahwa
keseluruhan kekuasaan berada di tangan pemerintah pusat, karena ada kemungkinan
mengadakan dekonsetrasi ke daaerah lain dan hal ini tidak diatur dalam
konstitusi. Lain halnya dengan negara kesatuan yang bersistem desentralisasi.
Dalam konstitusinya terdapat pemencaran kekuasaan tersebut.
Bagaimanakah dengan konstitusi di Indonesia?
UUD
1945 sebagai Konstitusi Indonesia Tergolong Konstitusi Kesatuan
Dalam
UUD 1945 jelas
dinyatakan dalam Bab I
pasal 1 ayat (1) tentang Bentuk
Dan Kedaulatan yang
berbunyi:
“Negara Indonesia
ialah Negara Kesatuan,
yang berbentuk Republik”
Dapat
dinyatakan bahwa kesatuan
adalah bentuk negara
dan republik adalah bentuk
pemerintahan. Jelasnya dalam
pasal tersebut dikatakan
bahwa bangsa Indonesia
tidak mengakui suatu
wilayah dalam negara
yang memiliki sifat
negara. Dalam arti
bahwa Indonesia hanya
memiliki satu undang-undang
dasar.
Dalam
menyelenggarakan
pemerintahannya bangsa Indonesia
tidak dapat menyelenggarakan pemerintahan
yang terpusat hal
ini dikarenakan alasan
sebagai berikut:
1.
wilayah
Indonesia yang sangat
luas;
2.
daerah-daerah di
Indonesia memiliki kondisi
geografi dan budaya
yang berlainan.
Dengan
alasan demikian maka
pemerintah menyerahkan sebagain
kekuasaannya kepada wilayah
atau daerah-daerah agar
mengurus dan mengatur
sendiri kekuasaannya. Berdasarkan
itu maka UUD
1945 memandang perlu
adanya pemeriatahan daerah.
Adanya pemerintahan daerah
adalah akibat dari
penerapan asas desentralisasi.
Berikut
ini merupakan landasan
hukum dalam Undang-Undang
Dasar 1945 dalam menyelenggarakan asas desentralisasi pada daerah-daerah di Indoensia:
Bab VI tentang
Pemerintahan Daerah Pasal
18,
1. Negara Kesatuan
Republik Indoensia dibagi
atas daerah-daerah provinsi
dan daerah provinsi itu
dibagi atas kabupaten
dan kota, yang
tiap-tiap provinsi, kabupaten,dan
kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang
diatur dengan undang-undang.**
2. Pemerintahan daerah
provinsi,daerah kabupaten, dan
kota mengatur dan
mengurus sendiri urusasn
pemerinntahan menurut asas
otonomi dan tugas
pembantuan.**
3. Pemerintahan daerah
provinsi, daerah kabupaten,
dan kota memiliki
Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang anggota-anggotanya dipilih
melalui pemeilihan umum.**
4. Gubernur, Bupati,
dan Walikota masing-masing
sebagai kepala pemerintah
daerah provinsi, kabupaten,
dan kota dipilih
secara demokratis.**
5. Pemerintahan daeerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintahan yang
oleh undang-undang ditgentukan
sebagai urusan Pemerintah
Pusat.**
6. Pemerintahan daerah
berhak menetapkan peraturan
daerah dan peraturan-peraturan lain
untuk melaksanakan otonomi
dan tugas pembantuan.**
7. Susunan dan
tata cara penyelnggaraan pemerintahan
daerah diatur dalam
undang-undang.**
Untuk
menyelenggarakan lebih lanjut
mengenai pemeritahan maka
dibentuk undang-undang organic
yang kan menjabarkan
lebih lanjut mengenai
otonomi daerah. Untuk
peraturan otonomi daerah
yang terbaru sekarang
adalah UU No
32 Tahun 2004
tentang Pemeintahan daerah/otonomi daerah
yang mengantikan UU
No 22 Tahun
1999.
5.
Konstitusi
Sistem Perlementer dan Konstitusi Sistem Presidensial
Konstitusi
yang berdasarkan sistem
Presidensiil maupun parlementer
dapat kita ketahui,
yaitu dengan memperhatikan
hubungan antara lembaga
legislative dan lembaga eksekutif.
Dalam arti disini
bahwa kedua lembaga
tersebut mamiliki hubungan
yang erat dalam
menjalankan kekuasaannya.
Dalam
sistem pemerintahan presidensiil antara
badan eksekutif dan
legislatif memiliki kedududan
yang independen. Dalam
arti kedua lembaga
tersebut tidak memiliki
hubungan secara langsung.
Disni parlemen tidak
mengawasi jalannya pemerintahan
secara langsung sebab
badan ini terpisah
satu sama lain.
Berikut ini merupakan
ciri dari suatu
konstitusi dari sistem
presidensial:
1. Kekuasaan pemerintahan
berada pada tangan
presiden dalam arti
bahwa tidak adanya
pemisahan kekuasaan antara
presiden sebagai kepala
negara dan kepala
pemerintahan. Dalam arti
bahwa presiden sebagai
kepala negara dan
kepala pemerintahan. Presiden
tidak dipilih oleh
anggota parlemen tetapi
dipilih oleh rakyat
atau suatu oleh
suatu dewan/majelis.
2. Kabinet (dewan
menteri dibentuk oleh
presiden. Sedangkan untuk
pertanggungjawabannya kepada presiden
dan tidak bertanggung
jawab kepada parlemen
hal ini dikarenakan
menteri tidak dipilih
oleh parlemen melainkan
oleh presiden.
3. Presiden tidak
dapat dimintai pertanggung
jawaban oleh parlemen,
hal ini dikarenakan
bahwa presiden tidak
dipilih oleh parlemen
melainkan dipilih oleh
rakyat secara langsung
atau oleh suatu
majelis.
4. Presiden tidak
memiliki kekuasaan untuk
membubarkan lembaga parlemen
seperti dalam system
pemerintahan parlementer.
5. Kekuasaan legislatiif
berada pada lembaga
legislatif dan sebagai anggota
parlemen dipilih oleh
rakyat secara terpisah
dengan presiden.
6. Presiden tidak
berada dibawah pengawasan
secara langsungoleh lembaga
parlemen.
Dan
berdasarkan penjelasan diatas
maka dapatlah dikatakan
bahwa kebalikan dari
system pemerintahan presidensiil
yaitu system pemrerintahan
parlementer yaitu dimana
adanya hubungan yang
erat antara lembaga
eksekutif dan legislatif.
Dalam hal ini
lembaga legislatif mengawasi
secara langsung lembaga
eksekutif. Dengan mengunakan
keukuasaannya maka secara
langsung lembaga legislatif
memiliki kekuasaan untuk
secara langsung mengadakan
pengawasan terhadap jalannya
pemerintahan. Berikut ini
merupakan cirri-ciri dari
system pemerintahan parlementer:
1. Lembaga legislatif
atau parlemen suatu
lembaga yang dimana
dalam merekrut anggota-anggota untuk
menduduki lembaga tersebut
harus melalui pemilu. Dalam
system parlementer badan
inilah satu-satunya badan
yang dipilih langsung
oleh rakyat melalui
pemilu dan menyerahkan
kedaulatan sepenuhnya kepada
parleman sebagai badan
perwakilan dan lemabaga
legislative.
2. Dalam keanggotaan
parlemen merupakan anggota-anggota partai
politik yang berhasil
menang dalam pemilihan
umum (general
election).
Dalam hal ini dapat
dikatakan bahwa sudah dipastikan partai
politik yang menang
dalam pemilihan umum
akan memiliki peluang
yang besar menjadi
mayoritas dan akan
memiliki kekuasaan yang
besar dalam parlemen.
3. Pemerintah atau
kabinet terdiri dari
menteri-menteri sebagai anggota
yang akan dipimpin
oleh seorang perdana
menteri sebagai seorang
pemeimpin cabinet. Perdana
menteri sebagai pemimipin
kabinet itu dipilih
oleh anggota parlemen
untuk menjalankan kekuasaan
eksekutif/pemerintahan.
Dalam pada itu
kekuasaan pemerintahan terdapat
pada perdana menteri
sebagai kepala pemerintahan.
Dan yang penting
semua anggota cabinet
diisyaratkan dari atau
berasal dari parlemen.
4. Adanya tanggung
jawab politik oleh
perdana menteri beserta
menteri-menterinya dalam menjalankan
tugas. Hal ini
dapat terjadi apabila
menteri tersebut tidak
lagi mendapat kepercayaan
sehingga tidak lagi
mendapat dukungan dari
parlemen. Berarti
sewaktu-waktu dapat saja
parlemen menunjukan pada
cabinet suatu ketidak
percayaan sehingga akhirnya
parlemen menyampaikan mosi tidak
percaya kepada cabinet.
5. Jabatan kepala
negara tidak sekaligus
menjadikannya sebagai kepala
pemerintahan. Dalam hal
ini berarti adanya
pemisahan antara jabatan
kepala negara dan
kepala pemerintahan. Kepala
negara adalah presiden
dalam bentuk pemerintahan
republic atau raja/sultan
dalam bentuk pemerintahan
minarki. Kepala negra
tidak memiliki kekuasaan
pemerintahan. Ia hanya
berperan sebagai simbol
kedaulatan dan keutuhan
negara.
6. Sebagai imbangan
antara kekuasaan parlemen
dan kabinet maka
kepala negara dapat
membubarkan parlemen sebagai
imbangan bahwa parlemen
dapat membubarkan kabinet.
Dalam pada itu
maka presiden/raja atas
saran perdana menteri
dapat membubarkan parlemen.
Untuk itu maka
diadakan pemilihan umum
lagi untuk memilih
parlemen yang baru.
UUD
1945 Menganut Klasifikasi Konstitusi Sistem Pemerintahan Presidensiil
Dari
berbagai ciri dari
identifikasi dalam system
pemerintahan presidensiil maupun
dalam system parlementer
maka dengan membandingkankannya dengan
Konstitusi yang berlaku
di Indonesia yaitu
UUD 1945 maka
dapat dikatakan bahwa
negara Indonesia menganut
sistem presidensial. Berikut ini
merupakan hal-hal yang
dapat menerangkan atau
membuktikaan bahawa Indoensia
menganut sistem pemerintahan
Presidensiil yaitu sebagai
berikut:
Mengacu
pada Undag-Undang Dasar
1945 sebagai pedoman
dalam menyenggarakan kehidupan
berbangsa yang didalamnya
terdapat pembagiaan kekuasaan
antara berbagai lembaga
negara. Diantara lembaga
kekuasaan yang merupakan
pembagian kekuasaan seperti
teori Trias politika
yang diajukan Montesquieu.
Maka untuk membahas
tentang system pemerintahan
yang dianut di
Indonesia maka akan
dicoba dicari landasan-landasan hukum
yang dapat dijadikan
bukti bahwa Indonesia
menganut system presidensiil.
Gambaran akan system
pemerintahan di Indonesia
dinyatakan dalam pasal-pasal
UUD 1945 sebagai
berikut.
1. Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
menurut Undang-Undang Dasar.
(Pasal 4 Ayat
(1))
Artinya bahwa
presiden adalah penyelenggara
tertinggi dalam pemerintahan.
Namun dalam menyelnggarakan kekuasaannya
presiden tidak dapat
sewenang-wenang karena dibatasi
oleh undang-undang dasar
sendiri.
2. Presiden dan
wakil presiden dipilih
dalam satu pasangan
secara langsung oleh
rakyat. (Pasal 6 Ayat (1)
).
Presiden dan
wakil presiden dipilih
oleh rakyat melalui
pemilihan umum secara
langsung. Dan merupakan
satu paket antara
presiden dan wakil
presiden yang menjadi
pesrta pemilu.
3. Presiden
tidak dapat membekukan
dan/atau membubarkan Dewan
Perwakilan Rakyat. (Pasal
7C).
Kedudukan antara
presiden dan Dewan Perwakilan
Rakyat adalah seimbang
dimana presiden tidak
dapat membubarkan parlemen
seperti dalam system
pemerintahan parlementer. Begitu
juga parlemen tidak
dapat mengeluarkan mosi
tidak percaya kepada
pemerintah.
4.
Preiden
dinatu oleh menteri-menteri negara.
Menteri-menteri itu diangkat
dan diberhentikan oleh
presiden.(Pasal 17 Ayat
(1) dan (2) ).
Menteri itu
adalah pembantu presiden
dimana menteri itu
diangkat dan diberhentikan
oleh presiden. Merupakan
hak perogatif presiden
untuk memilih menteri
untuk membantunya menjalankan
tugasnya. Sehingga yang
seharusnya terpilih adalah
orang-orang yang memiliki
kualitas dan professional.
5.
Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat
dipilih melalui pemilihan
umum. (Pasal 19
Ayat (1) )
Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dipilih
melalui pemilu oleh
rakyat dimana anggota
DPR merupakan anggota
partai politik. Untuk
menjadi anggota DPR
harus masuk dalam
suatu partai dimana
partai inilah yang
menjadi fasilitas dalam
mengikuti pemilihan umum.
6.
Dewan
Perwakilan Rakyat memegang
kekuasaan membentuk undang-undang. (Pasal
20 Ayat (1) )
kekuasaan dalam
pembentukan undang-undang berada
pada parlemen yang
dulunya berada pada
presiden. Parlemen yang
menentukan untuk berlakunya
suatu undang-undang meskipun
bekerja sama dengan
presiden.
Dengan demikian
dari ciri yang
diajukan diatas yang
terdapat dalam UUD
1945 maka dapat
dikatakan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia menganut
system pemerintahan presidensial.
.
thanks buat infonya (:
BalasHapussummbernya mas biar lebih baik juga untuk referensi bacaan :D. But nice article! (y)
BalasHapusBerikan contoh untuk yang antonimnya serta kondisi yang dialami supaya kami mudah mencerna sekaligus memahami dengan baik.
BalasHapus